Rabu, 29 April 2020

Foto Dan Biografi Sejarawan / Ilmuwan Islam Bidang Teknologi

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hai Para Cendekiawan...
Tau nggak sih Para cendekiawan Muslim ternyata telah memainkan peran yang sangat penting dalam tercetusnya sejarah keilmuan di dunia.

Nah, berikut Kak Mel ajak sahabat untuk sekilas mengenang kembali memoar Ilmuwan Muslim yang sangat berjasa dalam kehidupan kita di masa kini. Yuk kita kenalan dengan Tokoh Muslim hebat ini... 




Ibnu Khaldun

1) Ibnu Khaldun dikenal dunia sebagai tokoh intelektual Muslim. Ibnu Khaldun biasanya dikenang pada hari lahirnya di Tunisia pada 27 Mei 1332 atau saat wafat di Mesir pada pada 19 Maret 1406.

Buah pemikiran Khaldun awalnya hanya dikenal di jazirah Arab dan Afrika Utara, namun mulai merambah ke Eropa sejak diterjemahkan ke bahasa Prancis oleh Silvestre de Sacy pada 1806. Bahkan ia dianggap sebagai bapak ilmu sejarah dan sosiologi dunia karena karyanya muncul jauh sebelum pemikir di Barat mengulasnya.

Ibnu khaldun menyebut apa yang dikenal sebagai sosiologi sebagai ilmul umron, ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

Ibnu Khaldun al-Ḥaḍrami dalam autiobiografinya. Hadramaut adalah daerah di Yamane berasal dari keluarga terpandang, Ibnu Khaldun bisa belajar Alquran, hadits, syariah, dan fikih dari guru-guru terbaik di Afrika Utara dan Andalusia. Ia juga tercatat terpelajar dalam bidang matematika dan filsafat.

Ibnu Khaldun juga mengikuti jejak keluarga mengabdi pada kesultanan mulai dari Tunisia hingga ke Kesultanan Mamluk di Mesir. Pengalamannya melihat kebangkitan dan kejatuhan kesultanan di jazirah Arab ini terekam dalam karyanya yang paling ternama: Mukadimah.

Mukadimah adalah karya paling populer dari Ibnu Khaldun dan hingga kini buku ini masih laris di berbagai negara. Bahkan CEO Facebook Mark Zuckerberg juga membaca dan terpesona dengan pemikiran Khaldun.

Pakar Islam dan sastra Arab Universitas Yale, Franz Rosenthal yang menerjemahkan Mukadimah ke bahasa Inggris menyanjung Ibnu Khaldun sebagai pemikir yang luar biasa. Rosenthal menulis, ada banyak orang yang menyaksikan sejarah, namun tak semua orang bisa menulisnya seperti Khaldun menyusun buku Mukadimah. Buku Mukadimah bukan saja bicara soal politik, tapi juga soal ekonomi, sains, dan sejarah. Bahkan karya itu disebut-sebut sebagai salah satu sumber munculnya teori tentang perdagangan dan pajak.

di akses pada https://m.detik.com/news/berita/d-3172153/mengenang-pemikir-muslim-ternama-ibnu-khaldun tanggal 29 April 2020, pukul 14.00 WIB.





Al-Khawarizmi

2) Nama lengkap dari Al-Khawarizmi adalah Abu Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi. Di kalangan Ilmuwan Barat dan Eropa dia lebih dikenal dengan nama Algoritma. Dia dilahirkan di sebuah kota kecil sederhana di pinggiran sungai Oxus (Ammu Darya), yakni kota Khawarizm (Khanate of Khiva) yang terletak di bagian selatan Sungai Oxus, Uzbekistan, pada tahun 770 M dan kemudian wafat pada tahun 840 M. Tak ada data yang pasti tentang tanggal dan kapan tepat kelahiran wafatnya. Sedangkan Phillip K Hitti memperkirakan Al-Khawarizmi wafat pada tahun 850 M. Kedua orang tuanya yang berasal dari Khawarizm kemudian membawanya pindah ke sebuah tempat di selatan kota Baghdad (Irak) ketika dia masih kecil. Di kota Baghdad inilah Al-Khawarizmi dibesarkan dan di kota ini pulalah pengetahuan serta pengalamannya berkembang, sehingga kemudian menjadikan namanya populer dan dikenal sebagai ilmuwan muslim terkemuka.

Dilihat dari rentang waktu kehidupannya (antara rahun 780-847 M) maka bisa dipastikan jika Al-Khawarizmi telah menjalani hidupnya di masa pemerintahan enam orang Khalifah Bani Abbasiyah.

Perintis matematika muslim dan orang yang sangat pantas disebut sebagai bapak aljabar modern. Nama aslinya adalah Muhammad ibn Musa al Khwarizmi. Ia berasal dari Khwarizm (Khiva). Kadang orang keliru dalam menafsirkan suatu hasil hasil karya peradaban modern, yang selalu dianggap berasal dari barat. Jika kita menelusuri kata Aljabar itu berasal dari karya (buku tulisan karya) Al Khwarizmi yang bernama Hisab al jabir wal mukabalah (yang berarti pengutuhan kembali dan perbandingan atau yang kerennya dalam istilah sekarang Kalkulasi integral & persamaan). Bahkan istilah Alghorisme yang berarti sistem persepuluhan , merupakan ucapan orang barat terhadap nama Alkhwarizmi, karena alkwarizmi dianggap sebagai penemu dan pengembang sistem persepuluhan, dan dia dianggap sebagai penemu angka nol.

Salah satu karya alkhwarizmi yang terpenting adalah dialah yang menciptakan sistem aljabar. Penemuannya terhadap simbol-simbol bilangan 1 sampai dengan 9, dan angka nol (yang kemudian disebut sistem alghorisme) mampu memecahkan kesulitan-kesulitan simbolisasi yang masih menggunakan angka romawi. Suatu misal, jika hanya untuk bilangan angka 8, dalam angka romawi sama dengan VIII, jika angka 38 maka angka romawinya XXXVIII, maka orang akan kesulitan menggunakan angka romawi jika sudah jutaan.

Matematika yang dikembangkan dibarat sebelumnya adalah matematika Yunani yang kemudian dikembangkan oleh Romawi. Matematika Yunani adalah matematika murni, matematika untuk matematika, yang steril terhadap keperluan. Dalam penulisan bilangan mereka menggunakan huruf, dan tiap huruf melambangkan bilangan dan masih belum mengenal bilangan nol. Jadi matematika Yunani bersifat deduktif, penekanannya dilakukan dengan pembuktian yang bertingkat-tingkat, dimulai dari aksioma, postulat dan teorema.

di akses pada https://icc-jakarta.com/2019/02/14/al-khawarizmi-sang-penemu-algoritma/ dan https://math.uin-suska.ac.id/tokoh-ilmuwan-matematika-dalam-peradaban-islam/ tanggal 29 April 2020, pukul 14.10 WIB





Al-Batani

3) Al-Battani lahir sekitar tahun 858, di Harran. Ia memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani. Orang Eropa menyebut Al-Battani dengan sebutan Albategnius.

Ia adalah anak dari ilmuwan astronomi, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Keluarga Al-Battani merupakan penganut sekte Sabian yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang. Namun, Al-Battani tidak mengikuti jejak nenek moyangnya. Ia memilih memeluk agama Islam.

Secara informal, Al-Battani dididik ayahnya yang juga seorang ilmuwan. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya pada bidang keilmuan yang digeluti ayahnya. Ketertarikan pada benda-benda yang ada di langit membuat Al-Battani kemudian menekuni bidang astronomi tersebut.

Kemudian, Al-Battani kecil mengikuti keluarganya pindah ke Raqqah. Di tempat baru ini ia mulai menekuni bidang astronomi, mulai dari melakukan beragam penelitian hingga menemukan berbagai penemuan cemerlang. Sayang, tidak ada data spesifik mengenai pendidikan formal Al-Battani. Misalnya, tidak ada data yang menyebutkan di mana Al-Battani belajar sains. 

Dalam literatur hanya disebutkan bahwa semasa mudanya Al-Battani belajar di Raqqah. Di tempat barunya itu, ia tekun mempelajari teks-teks kuno, khususnya karya Ptolomeus, yang kemudian menuntunnya untuk terus mempelajari astronomi. Bidang keilmuan yang ditekuninya itu kelak membuatnya menjadi terkenal tidak hanya di kalangan umat Muslim, melainkan juga di dunia Barat.

Al-Battani terpesona dengan teori kosmologi geosentris yang berkembang pertama kali di Yunani. Meskipun Al-Battani adalah pengikuti teori kosmologi geosentris Ptolomeus, namun data observasinya berjasa bagi Nicholas Copernicus untuk mengembangkan teori kosmologi heliosentris yang turut mempelopori revolusi sain pada abad ke-16 dan 17.

Seperti Astronom Arab lainnya, Al-Battani mengikuti tulisan-tulisan Ptolomeus dan mengabdikan dirinya untuk mengembangkan karya Ptolomeus, The Almagest. Saat mempelajari The Almagest inilah Al-Battani menemukan penemuan besar, yaitu titik Aphelium. Titik Aphelium adalah titik terjauh bumi saat mengitari matahari setiap tahunnya.

Ia menemukan bahwa posisi diameter semu matahari tidak lagi berada pada posisi yang dikemukakan oleh Ptolomeus. Penemuan ini sangat berbeda dengan teori yang disampaikan oleh Ptolomeus dan astronom Yunani sebelumnya. Namun, baik Al-Battani maupun astronom penganut Ptolomeus lainnya tidak dapat mengemukakan penjelasan di balik perbedaan tersebut.

Joseph A. Angelo menyebut bahwa Al-Battani memperbaiki tatanan tata surya, lunar, dan mengembangkan teori Ptolomeus dalam buku The Almagest menjadi lebih akurat.

Pengamatan akurat Al-Battani ini juga memungkinkan ia memperbaiki pengukuran Ptolomeus tentang kemiringan sumbu. Ia juga melakukan pengamatan lebih akurat mengenai ekuinoks (saat matahari tepat melewati garis ekuator bumi) pada awal musim gugur. Melalui pengamatan inilah Al-Battani mampu menemukan bahwa dalam setahun ada 365,24 hari






Ibnu Al Haytham

4) Abu Ali Muhammad bin al-Hasan bin Al Haytham al-Basri Al-Misri. Beliau lebih dikenali dengan nama samaran Ibnu Al Haytham. Di dunia Barat beliau telah dikenali dengan beberapa nama seperti Alhazen, Avennathan, dan Avenetan, tetapi lebih terkenal dengan panggilan sebagai Alhazen. Dilahirkan pada 354 H bersamaan dengan 965 M, di negeri Basrah, Iraq. Beliau dibesarkan di bandar Basrah dan Baghdad, dua kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan Abbasiyah pada masa itu.

Di dua kota inilah beliau memulai pendidikan awalnya sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama mengabdi pada pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada dunia tulis menulis.

Kecerdasan intelektual Ibnu Al Haytham terbukti ketika beliau masih menjadi seorang pelajar dengan kecenderungan beliau terhadap berbagai bidang ilmu. Beliau tidak pernah bosan menimba ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum seperti ilmu matematika, fisika, astronomi, kedokteran, filsafat, mantik dan lain-lain lagi. Beliau adalah salah seorang tokoh cendekiawan sains yang terkenal dan termasyhur atas ketinggian ilmunya di tanah Arab dan di benua Eropa pada zamannya. Sejak kecil Ibnu Al Haytham yang berotak encer menempuh pendidikan di tanah kelahirannya. Ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun ia ternyata tak betah berlama-lama berkarir di dunia birokrasi. Ibnu Al Haytham yang lebih tertarik untuk menimba ilmu akhirnya memutuskan untuk berhenti sebagai pegawai pemerintah. Ibnu Al Haytham dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan dunia ilmu pengetahuan. Kecintaan pada ilmu pengetahuan membawanya hijrah ke Mesir untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar. Ia pun lalu memilih merantau ke Ahwaz dan pusat intelektual dunia saat itu, yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir. Sebenarnya Ibnu Al Haytham hijrah ke Kairo atas undangan Khalifah Fatimiyah ke-6 Abu Ali Mansur Tariqul Hakim atau yang lebih dikenal dengan Al-hakiim bi Amirullah. Sarjana muslim yang cukup disegani di Timur maupun Barat. Dia pernah menyumbang ilmunya sejak abad 11 sampai 20. Ahli sejarah di Harvard University, George Sarton (penulis A history of Science ) menyebut al-Haytham sebagai The Greatest Muslim Physicist and One of The Greatest Student of Optics of All Times (Fisikawan Muslim terbesar dan salah seorang Ilmuwan Optik terbesar Sepanjang Zaman), meskipun dia memberi konstribusi besar dalam bidang matematika dan astronomi, dalam bidang fisikalah ia mencapai prestasi yang mencolok. Dia adalah seorang pengamat eksak, seorang peneliti, juga ahli teori. 






Ibnu Sina

5) Ibnu Sina lahir pada tahun 370 H/ 980 M di Afsyanah, sebuah kota kecil di wilayah Uzbekistan saat ini. Ayahnya yang berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M).

Sejak kecil, Ibnu Sina sudah menunjukkan kepandaian yang luar biasa. Di usia 5 tahun, ia telah belajar menghafal Alquran. Selain menghafal Alquran, ia juga belajar mengenai ilmu-ilmu agama. Ilmu kedokteran baru ia pelajari pada usia 16 tahun. Tidak hanya belajar mengenai teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit dan melalui perhitungannya sendiri, ia juga menemukan metode-metode baru dari perawatan.

Profesinya di bidang kedokteran dimulai sejak umur 17 tahun. Kepopulerannya sebagai dokter bermula ketika ia berhasil menyembuhkan Nuh bin Mansur (976-997), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Banyak tabib dan ahli yang hidup pada masa itu tidak berhasil menyembuhkan penyakit sang raja sebelumnya.

Sebagai penghargaan, sang raja meminta Ibnu Sina menetap di istana, paling tidak untuk sementara selama sang raja dalam proses penyembuhan. Tapi Ibnu Sina menolaknya dengan halus, sebagai gantinya ia hanya meminta izin untuk mengunjungi sebuah perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Siapa sangka, dari sanalah ilmunya yang luas makin bertambah.

Ibnu Sina selain terkenal sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama dan kedokteran, ia juga ahli dalam bidang matematika, logika, fisika, geometri, astronomi, metafisika dan filosofi. Pada usia 18 tahun, Ibnu Sina memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan.
Tak hanya itu, ia juga mendalami masalah-masalah fikih dan menafsirkan ayat-ayat Alquran. Ia banyak menafsirkan ayat-ayat Alquran untuk mendukung pandangan-pandangan filsafatnya.

Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal. Setelah kematian ayahnya ia mulai berkelana, menyebarkan ilmu dan mencari ilmu yang baru. Tempat pertama yang menjadi tujuannya setelah hari duka itu adalah Jurjan, sebuah kota di Timur Tengah. Di sinilah ia bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al-Biruni. Ia kemudian berguru kepada Al-Biruni.

Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan lagi perjalanannya untuk menuntut ilmu. Rayy dan Hamadan adalah kota selanjutnya, sebuah kota dimana karyanya yang spektakular Qanun fi Thib mulai ditulis. Di tempat ini pula Ibnu Sina banyak berjasa, terutama pada raja Hamadan. Seakan tak pernah lelah, ia melanjutkan lagi pengembaraannya, kali ini daerah Iran menjadi tujuannya. Di sepanjang jalan yang dilaluinya itu, banyak lahir karya-karya besar yang memberikan manfaat besar pada dunia ilmu kedokteran khususnya.

Tentu tak berlebihan bila Ibnu Sina mendapat julukan Bapak Kedokteran Dunia. Karena perkembangan dunia kedokteran awal tidak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Ia juga banyak menyumbangkan karya-karya asli dalam dunia kedokteran.

Dalam Qanun fi Thib misalnya, ia menulis ensiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia juga adalah orang yang memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya.

Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya. Dan dari sana ia berkesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling berhubungan.

Ia adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa ada kaitan dan saling mendukung. Lebih khusus lagi, ia mengenalkan dunia kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama pathology dan farma, yang menjadi bagian penting dari ilmu kedokteran.

Selain The Canon of Medicine, ada satu lagi kitab karya Ibnu Sina yang tak kalah dahsyatnya pula. Asy-Syifa, begitu judul kitab karya Ibnu Sina ini. Sebuah kitab tentang cara-cara pengobatan sekaligus obatnya. Kitab ini di dunia ilmu kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Dalam bahasan latin, kitab ini di kenal dengan nama 'Sanatio'.

Ibnu Sina wafat pada tahun 428 H/1037 M di kota Hamdan, Iran. 

di akses pada https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/pw81c5313 tanggal 29 April 2020, pukul 16.30 WIB



Oke sahabat-sahabat ku, itu tadi kilas balik para tokoh ilmuwan Muslim yang ternyata luar biasa sekali bukan karya mereka? 

So, sebagai umat Muslim modern jangan sampai kalah dan tertinggal ya untuk berpikir maju mempersiapkan masa depan Agama dan Bangsa kita menjadi lebih baik lagi. 

Semoga Pandemi Covid-19 ini dapat segera berakhir. Tetap jaga kesehatan ya sahabat-sahabat. 

Trimakasih sudah berkunjung. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Foto dan Biografi Fotografer Nasional Spesialisasi di Foto Landscape / Wildlife

Assalamu'alaikum Wr. Wb.  Tabik Puuun !!!  Check check, pantun dikit boleh ya sahabat fotografi 😎📷 Pandang Langit Malam Maha Karya San...